[EDISI CURCOL]
Saya mendesah pelan, perihal suatu hal yang tidak pernah lepas dari pikiran saya akhir-akhir ini. siang dan malam, pagi dan petang, saat bangun dan terlelap, saat istirahat maupun beraktivitas sekalipun, lagi lagi kamu datang menghantui saya dengan wujud dalam berbagai bentuk. kadang kamu datang berwujud skenario dan mimpi mimpi yang pernah ada. tapi esok harinya kamu datang lagi dalam wujud asam manisnya kenangan.
Allah begitu baik, Tiada habisnya kesabaranku ditenun menunggu untuk orang yang seperti kamu. Sudah hampir 3 tahun saya berdoa dengan nama yang sama. Bercengkerama denganNya perihal kamu dan segala egomu. Perihal kamu dan segala impimu. Berharap semesta mengamini kita dan mimpi mimpi kamu, setidaknya. Kiranya bila untaian mimpi itu masih bisa menjulur kembali. Dan kiranya titah suaraku dapat diterjemahkan dalam sebuah lagu, maka akan ku pastikan doaku adalah lagu yang tidak pernah bosan untuk kumainkan kelak di hadapanmu.
Ribuan orang yang saya temui di tahun-tahun ini, namun saya kesulitan menemui sosok kamu di dalam mereka. Ratusan hari saya menyibukkan diri dengan segala kesibukan agar lebih mudah lupa. Puluhan hati datang menjadi penawar. Tetapi pada akhirnya lantunan doa saya kalah. Saya berada diujung asa dalam mendayuh sepeda itu. Batu-batu di jalanan menyeru untuk berbalik arah. Saya goyah. Saya lelah. Hatiku tertatih melangkah kepadamu.
Bukan kepulangan saya yang mampu menghadirkan kamu kembali. Namun kegagalan ikhtiar saya, perihal kegagalan saya mendayu pedal doa untuk berlabuh di hatimu, kembali. Sekarang saya justru memilih satu hati untuk berlabuh. Berteduh dari janji-janji ketidakpastian yang pernah kamu tawarkan. Tapi, ironinya saya masih belum sanggup menghapus mimpi kita. Doaku masih belum sanggup berganti nama.
Menertawakan kesedihan dan kebodohanku adalah hal yang tanpa sadar saya lakukan saat ini, setidaknya setelah hatimu berpaling. Namun bukankah tertawa juga butuh jeda? Bukankah deretan kata juga butuh jarak agar ia dapat terbaca?
Akhir kata, saya percaya bahwa Allah begitu baik untuk kita. Tenunan kesabaran itu akan menghasilkan sosok hati yang kuat dan tabah. Saya percaya Allah sedang menyiapkan jawaban yang paling membahagiakan untuk kita. Suatu saat nanti doa saya perihal kamu akan segera terjawab; Jika tidak di lain hari, mungkin di lain hati.
Saya mendesah pelan, perihal suatu hal yang tidak pernah lepas dari pikiran saya akhir-akhir ini. siang dan malam, pagi dan petang, saat bangun dan terlelap, saat istirahat maupun beraktivitas sekalipun, lagi lagi kamu datang menghantui saya dengan wujud dalam berbagai bentuk. kadang kamu datang berwujud skenario dan mimpi mimpi yang pernah ada. tapi esok harinya kamu datang lagi dalam wujud asam manisnya kenangan.
Allah begitu baik, Tiada habisnya kesabaranku ditenun menunggu untuk orang yang seperti kamu. Sudah hampir 3 tahun saya berdoa dengan nama yang sama. Bercengkerama denganNya perihal kamu dan segala egomu. Perihal kamu dan segala impimu. Berharap semesta mengamini kita dan mimpi mimpi kamu, setidaknya. Kiranya bila untaian mimpi itu masih bisa menjulur kembali. Dan kiranya titah suaraku dapat diterjemahkan dalam sebuah lagu, maka akan ku pastikan doaku adalah lagu yang tidak pernah bosan untuk kumainkan kelak di hadapanmu.
Ribuan orang yang saya temui di tahun-tahun ini, namun saya kesulitan menemui sosok kamu di dalam mereka. Ratusan hari saya menyibukkan diri dengan segala kesibukan agar lebih mudah lupa. Puluhan hati datang menjadi penawar. Tetapi pada akhirnya lantunan doa saya kalah. Saya berada diujung asa dalam mendayuh sepeda itu. Batu-batu di jalanan menyeru untuk berbalik arah. Saya goyah. Saya lelah. Hatiku tertatih melangkah kepadamu.
Bukan kepulangan saya yang mampu menghadirkan kamu kembali. Namun kegagalan ikhtiar saya, perihal kegagalan saya mendayu pedal doa untuk berlabuh di hatimu, kembali. Sekarang saya justru memilih satu hati untuk berlabuh. Berteduh dari janji-janji ketidakpastian yang pernah kamu tawarkan. Tapi, ironinya saya masih belum sanggup menghapus mimpi kita. Doaku masih belum sanggup berganti nama.
Menertawakan kesedihan dan kebodohanku adalah hal yang tanpa sadar saya lakukan saat ini, setidaknya setelah hatimu berpaling. Namun bukankah tertawa juga butuh jeda? Bukankah deretan kata juga butuh jarak agar ia dapat terbaca?
Akhir kata, saya percaya bahwa Allah begitu baik untuk kita. Tenunan kesabaran itu akan menghasilkan sosok hati yang kuat dan tabah. Saya percaya Allah sedang menyiapkan jawaban yang paling membahagiakan untuk kita. Suatu saat nanti doa saya perihal kamu akan segera terjawab; Jika tidak di lain hari, mungkin di lain hati.