Selasa, 28 April 2020

Ruang Tunggu

“Sudah seberapa lama? Apa kurang lama?” mereka berbisik seolah tidak ada yang mendengar. menggaung sampai ke ulu hati.
tempat persinggahan ini kembali rasanya tidak aman. beberapa kendaraan turut lewat dan tetap dengan hati yang ragu jawabku sama; tidak, terima kasih.

Sebentar lagi hujan reda. Gusar dan gelisah. bukan panas perpisahan yang ku takuti, namun acapkali karena kita yang dipaksa menguap. Beberapa kali ku berharap kamu menepi sesegera mungkin. secepatnya. tidak apa jika kamu dikeluti peluh, keluh, dan kesah. ku terima dan ku dekapnya erat, seperti dulu. seakan lupa pada takdir, seakan lupa bahwa kita pernah, sebentar.

Kali ini, bukan hati yang aku pilih untuk berhenti. namun ruang tunggu yang penuh sesak dan isak. Mereka bilang, ruang tunggu ini sebuah perhentian. Tempat memilah dan memilih. Ingin berpisah atau berpindah kisah. Atau sekedar menunggu hujan untuk segera reda pada puncak punggungmu. Meski sesekali mengusap harap agar ia berhenti isak.

Ingin sekali aku merutuki seluruh dinding ruang tunggu ini. saksi perhentian paksa sebuah rasa. saksi segenap hati yang ku tolak agar kamu tidak terelak. saksi seribu doa yang terperanjat pada cerita hati yang terperangkap.

Perihal ruang tunggu, dan segala hal yang tidak pernah kau tahu. 

juga pada hal hal yang terhenti
pada rindu, asa, dan rasa
yang kau tahu 
tidak pernah mampu 
dibunuh oleh waktu 

dan seluruh ingatanmu.
Share:

Rabu, 08 April 2020

Melawan Waktu

pada satu waktu, kita akan selalu ingin kembali pada satu tempat hanya untuk mengecap kembali perasaan yang selalu sama. menghirup kembali udara yang kita pikir tidak pernah berganti. padahal mereka sudah pergi, jauh berjalan, dengan menggenggam beribu arah dan kemungkinan.

Rasanya begitu banyak rasa yang tidak mampu diungkapkan dengan kata kata. Perihal pagi yang cerah dengan hiruk pikuk kendaraan, tentu dengan kedatanganmu yang menjadi episentrumnya. tentang sempitnya waktu untuk mencintaimu. tentang jendela, bayanganmu yang lewat dan pipi merahku yang bersemu. tentang masa depan yang tak pasti. tentang perasaan yang tidak tentram. tentang cita cita & kamu dan segala keraguan di dalamnya.

Juga tentang aku. tentang aku yang payah dalam melawan waktu. aku, yang setiap jatuh cinta, selalu ditenggelamkan oleh waktu. tentangku dengan beberapa partisi dari diriku yang rasanya masa sama. kuno katamu. tulus kataku.

tetapi mungkin, begitu seni mencintai. membiarkan mereka hidup pada titik titik itu. tidak peduli dengan beribu kemungkinan lain. hati yang baru misalnya. dan pada saat itu tiba, kita memilih pergi bukan karena ketidaksanggupan diri untuk berdamai dengan waktu. namun ini lebih kepada perihal penghargaan terhadap waktu, membiarkan mereka tumbuh bersama waktu, tanpa ada bias perasaan yang melingkupinya. 


Terima kasih waktu, saya akhirnya hampir sampai pada titik dimana seseorang membiarkan saya hidup dan tumbuh dalam penerimaan&kehangatan. tanpa harus melawan waktu, lagi.
Share: