Minggu, 28 April 2024

Kamu

Kamu bagiku adalah selembar kertas yang aku tenun dengan ribuan sajak, namun dengannya ia basah sebab sibuk membasuh seluruh air yang tumpah pada pelupuk mataku.

Kamu bagiku adalah deburan ombak yang asin dan perih. Datang tanpa izin dengan cipratan amarah namun mampu menenggelamkanku pada satu titik ingatan lampau.


Kamu bagiku putaran waktu tanpa nyawa. kamu detik yang tidak berdetak. Kamu raga tanpa jiwa.


Sementara aku, 

aku budak ingatan yang memintamu 

untuk terus hidup.

Share:

Rabu, 13 Maret 2024

Membangun Cinta

Satu hal yang selama ini begitu berat dan tertahan untuk gue ceritain di blog ini yakni, lika liku pernikahan. Kadang, gue begitu iri pada orang orang yang menikah bermodal cinta. Jelas berbeda dengan gue yang nikah dengan modal komitmen. Benar mungkin komitmen nomer 1 dalam pernikahan. Ibarat sebuah mobil, cinta lah bahan bakarnya. Komitmen rodanya. Jadi ya menurut gue cinta itu energi wkwk.

Dalam mengawali pernikahan, banyak hal yang susah payah harus dibangun. Membangun finansial, membangun karir, parenting and communication model, dan membangun rumah tangga itu sendiri. Di pernikahan yang bisa dibilang dijodohin ini, gue ketambahan pekerjaan untuk membangun cinta dari titik nol. Di saat rumah tangga lain main was wus aja setelah nikah, gue harus bersusah payah lagi untuk membangun cinta itu sendiri.


Yaaa kenapa diterima kemarin?

Karena kriterianya memenuhi kriteria gue. Pilihan yang disuguhkan kemarin sangat ringan karena both of side setuju. Gue pemilih banget dalam jatuh cinta, jadi gue pikir saat itu gue bakal lama lagi untuk terima orang baru dalam hidup gue. dan untuk lembaran lama, banyak faktor penyulit untuk kembali lagi.


Membangun cinta itu sulit. Memanipulasi perasaan hingga dan mencari cari hal yang ingin kita cintai. Nilai positifnya menikah dengan komitmen ya kita hidup dengan banyak penerimaan atas satu sama lain, kemudian terkesima sama kelebihan masing masing.


Proses membangun cinta ini juga penuh lika liku and it takes years. Penyesuaian dan kalibrasi itu sulit banget. Kadang bertaruh harga diri untuk mempertahankan pernikahan. Tidak jarang gue yang minta maaf lebih dulu. Meanwhile you know gue tipe orang yang, harga diri ya harga mati banget.


Apalagi persoalan love language. Ku tipe yang word of affirmation, physical touch and quality time sedangkan dosky act of service yang buat gue sometimes blind gabisa catch his love language. and it was stressing thinking maybe we might not be in love.


Perlahan love language gue bergeser menyesuaikan, dia pun. Kita akhirnya berada di titik temu dan sampai hari ini banyak heartwarming moment yang bikin gue amazed, meskipun tidak jarang juga gue masih kesal akan banyak hal. It makes me think that i dont think that i would act the same being with someone else. Gue ga akan sedewasa sekarang dalam menyikapi berbagai hal. Pendewasaan diri setelah menikah luar biasa hebatnya ya ternyata.

Share:

Mewangi

Mewangi lagi kamu, kuntum mawar yang pernah ku kebumikan di pelataran rumahku.

Semerbak menyeruak di balik bilik pintu, mewabah di seluruh udara yang aku hirup. Begitu sesak dan sempit. Ingin sekali aku meledak. 


Mewangi lagi ia, dedaunan kering yang terhempas dari ranting yang ia cintai, seperti katamu semuanya sudah takdir. Terbawa angin menghembuskan aromamu yang kerapkali membuatku lupa bahwa dunia bukan hanya kamu.


Betapa aroma memiliki kekuatan luar biasa membangkitkan ingatan. Berkali kali aku dibawa pulang oleh waktu dan menghidupi masa lalu. 


Kali ini hujan datang begitu lebat—aroma manakah yang abadi pada batang hidung manusia?—lekaslah hilanglah segala aku, dan segala kamu. Lenyap. Menguap. Terserap.

Share:

Jumat, 01 Maret 2024

Hilang Makna

Setelah itu kau menghindariku dengan cerita yang pernah kau najiskan dari mulutmu.


Kau berlari menuju 

sungai yang 

mengalirkan mimpiku menuju hulu

dan memintaku datang


Hanya untuk membawaku ke samuderamu

dimana aku berakhir

terhempas dan semua lepas 

hilang makna


—-stefaney chandra.

Share:

Rabu, 21 Februari 2024

Penerimaan

 
Betapa sering saya mereka reka kembali apa yang sudah saya lakukan beberapa tahun belakangan ini. Memilah dan memilih. Menimbang-nimbang. Menakar-mengukur-hingga ke akar.

Kadang saya pikir keputusan menikah dini ini terlalu gegabah. Tetapi, ketika saya terka kembali, sepertinya sudah tepat. Hanya saja caranya yang kurang elok. Hanya saja jalannya terlalu berliku. Hanya saja pemahaman demi kesepahaman begitu rumit. Hanya saja idealisme datang mengganggu diri. Tapi kembali lagi, Semuanya sudah Allah takar sesuai porsinya.

Dulu saya begitu pemilih dalam jatuh cinta. Harus sesuai dgn idealisme yang saya buat. Tapi saya pikir lagi, bukan idealisme yang membuat kita menikah, melainkan kesiapan kita menerima. Menerima serba serbi kekurangan, menerima dan menanggung resiko, penerimaan diri dan masa lalu, menerima ketidaksempurnaan itu sendiri.

Dalam proses menuju pernikahan hingga setahun lamanya, mungkin saya terkesan menantang takdir bermodal doa. tapi Allah begitu penyayang dalam penyempurnaan takdir saya sendiri. Tidak dikabulkan. Satu per satu orang yang saya harap datang, tidak tergerak hatinya untuk datang. Namun suami saya yang saat itu sangat minim komunikasi, juga tidak sedikitpun mengeluarkan kata mundur dari saya. Bias, namun cukup jelas untuk berpihak pada takdir yang mana.

Semoga dalam proses ini, kita bisa saling memaklumi, menyempurnakan, melupakan beberapa hal yang kerapkali datang mengganggu kita. Kali ini saya menulis, bukan karena saya ingin kembali kepada masa lalu saya, namun lebih kepada saya ingin terus tumbuh meski tidak lagi utuh.

dulunya saya menikah hanya bermodal iman. semoga kali ini, sepanjang hidup saya, meski hal ini begitu sulit, iman saya tetap terjaga. Selayaknya fitrah iman itu sendiri, tetap percaya pada Allah meski sedang porak poranda. Semoga iman saya senantiasa menguatkan saya serta menjadi kendaraan terbaik dalam melewati jalan penuh liku ini.

Share:

Senin, 05 Februari 2024

Bilik ingatan

——

Begitu kurang ajarnya ruang bernama ingatan itu. Ia berlari menggedor pintu bernama perasaan. Ia mengejar masuk dari sela sela bilik duka. Ia menjanji bahagia bernama dosa, ia menawar kelu menjadi sebuah asa. Padahal ia sudah mati oleh waktu, tapi keadaan memanggil lagi ia untuk hidup.


Dalam bilik ingatan ini, ada duka yang meraung ingin dikenang lagi. ada perpisahan yang ingin mereka rayakan sekali lagi. Kata mereka, di dalamnya pernah ada rumah yang pernah aku cintai sebegitu dalamnya. Rumah—yang kau tahu—di pekarangannya mengalir sungai cita dan bunga-bunga yang mekar. Mereka rupanya cinta yang pernah aku pupuk dengan kesabaran. Mereka ternyata setia yang pernah aku sirami dengan tabah.


Dalam bilik ingatan ini, masih ada kamu yang tidak pernah asing, berdiri tegap meratapi seluruh sudut ingatan. Masih ada rasa yang jelas aku kenali setiap lekuk wajahnya. Masih ada aku yang bersembunyi di balik tirai dosa bernama kenangan, berlagak mengampuni rasa yang seharusnya sudah lenyap ditelan memori.


Pada bilik ingatan ini, biarkan aku mengunci dan menutup pintu rapat-rapat. Agar tidak ada lagi yang mencuat melucuti angan. 


 

Share: