Sabtu, 04 November 2017

Wondering

Sejak kecil gue hanya punya satu cita-cita yakni Jadi orang baik. Titik, ga pake koma. Gue bercita-cita seperti itu karena gue dibesarin di lingkungan yang gak seideal bagaimana paradigma pemikiran gue dibentuk. Entah kenapa kriteria idealisme gue terlampau sempurna, sehingga gue cepat kecewa ketika segala hal gak sesuai ekspektasi gue. gue masih inget ketika gue bilang sama ibu saat berumur 5 tahun, "ibu saya mau jadi pembantu saja kalau besar. bantu bantu orang" dan ibu gue seketika langsung marah dan gue balesnya nyengir doang.

No one's immune from life's tragic tragedy.
Masih jelas di ingatan gue saat gue kecil rumah gue dilemparin batu sama tetangga yang buat semua kaca jendela rumah gue pecah. Gue masih ingat bener saat ayah selesai dari jabatannya karena permainan politik keluarga gue sendiri. Gue masih inget ketika tante gue marah besar hanya karena gue komentarin bajunya yang kusam. Gue inget kok, saat gue kecelakaan di tengah pandangan gue yang berkunang-kunang.. dalam keadaan setengah sadar malam itu gue minta maaf ke om yang gue tabrak meski gue yang apa apa, mereka gak kenapa kenapa. Gue masih inget segala naik turun yang dialami keluarga gue, bahkan sampai gue berdiri di titik ini.

Gue suka heran sama people nowadays yang bersikap rude tanpa perasaan. yang gak merhatiin kata-kata sebelum mereka bicara. yang selalu marah tanpa minta penjelasan terlebih dahulu, yang selalu merasa sok benar, yang selalu mau jatuhin orang padahal derajat mereka gak bakalan otomatis jadi naik kalau jatuhin orang, yang gak pernah berusaha nutupin kekurangan satu sama lain, yang selalu mencaci kekurangan orang.. bahkan gue selalu wonder kenapasih orang-orang ga selalu menitikberatkan kekurangan orang secara fisik misalnya,padahal mereka gak pernah bisa ngatur hal sekompleks itu. misalnya, ketika orang punya rambut keriting, badan gempal, kulit hitam, mereka ga sadar meski dalam bentuk seperti itu, nyatanya itu anugerah bagi sebagian orang.

Sampai detik ini, sifat peragu dalam diri gue masih melekat erat. Seperti yang gue bilang sebelumnya, gue ga pernah percaya orang sampe detik ini. Even my own self. dan gue jamin ga pernah ada orang yang tau gue secara mendetail, even kedua orang tua gue. makanya mungkin suatu saat nanti gue pengen punya psychologist pribadi yang nulis segala catatan hidup gue, biar orang bisa banyak banyak belajar *emang gue siapa:")wkwk*

Nah inti dari entri gue sebenernya disini. di kehidupan kampus gue berusaha bersifat ideal, dengan berusaha gakbaper dengan keadaan, dengan bersikap baik, bersifat sebagai a healer, someone who could  be counted, when you need help. Tapi di satu sisi, gue takut... gue justru dimanfaatin sama orang-orang. just like, minta jawaban. hal sekecil itu tapi gue gapernah ngeluh saat mereka minta jawaban, for these past 5 semesters that i have been passed, i wonder if they would do the same to me someday. Disini gue ga bicara soal cost fallacy seperti kata buku the art of thinking clearly. tapi gue gak pernah coba dan gak niat buat nyoba, atau ngetes those people. gue masih terlalu takut untuk menggantungkan harap di orang-orang, karena gue yakin mereka ga bakalan lakukan hal yang sama ke gue. Justru for some people yang gue jarang berinteraksi, gue bisa screen mereka bakalan tulus bantuin gue apa adanya. sekian curcol gue siang ini, makasih udah bacaa wkwkwk
Share:

0 komentar:

Posting Komentar